Cukup lama sepertinya ku tak meraba blog usang ini. Mohon dimaklumi saja lah, proposal magang dan berbagai laporan praktikum mengantri untuk segera di selesaikan.
Perlahan
ku mengenang bagaimana proses pertama kali ku berkenalan dengan
kegiatan mendaki. Gunung Arjuno via purwosari, track pertama yang
kulalui dalam pendakian perdana yang dapat dibilang "Pendakian beneran"
karena sebelumnya aku juga pernah mendaki gunung Panderman, tetapi hanya
sebagai latihan fisik karena setelah mencapai puncak langsung turun
kembali dengan hanya menenteng air dan roti sebagai bekal. Banyak orang
bilang kalau seperti itu namanya tek-tok, entah dari mana asal usul kata
tersebut.
Well,
kembali lagi pada topik di awal. Pertama kali saya mendaki esensi yang
saya rasakan dari kegiatan tersebut adalah ketenangan, kejernihan
pikiran serta relaksasi batin. Gunung notabene merupakan tempat tirakat,
pengasingan diri dari hiruk pikuk dunia. Tempat bagi orang yang ingin
melupakan sejenak dunia ramainya hanya demi fokus untuk menggapai tujuan
seperti mendekatkan diri pada sang pencipta, Mengistirahatkan fikiran
yang lelah dirundung suara bising pergulatan dunia.
Banyak
raja maupun priyayi zaman dahulu yang mencari ketenangan jiwa dengan
bermeditasi di atas gunung. Bahkan ada pula yang sampai "mukso" atau
menghilang karena telah mencapai tingkat abadinya setelah bertapa di
atas gunung. Sungguh gunung bukan merupakan tempat sembarangan yang
hanya tercipta untuk memenuhi hasrat manusia.
Indah
bentang alam serta kesempurnaan pemandangan memang merupakan magnet
yang kuat bagi para manusia yang haus akan objek keindahan. Tapi
bukankah relaksasi dan ketengan pikiran juga didapat salah satunya
dengan memandang objek keindahan tersebut ? Adakah yang berfikir bahwa
sejatinya keindahan tersebut diciptakan bagi insan yang ingin mencapai
ketenangan abadi ?
Siapakah
yang tidak rindu dengan suasana tenang dan hawa "adem ayem" gunung.
Mungkin semua yang pernah merasakan akan mendapat candu untuk kembali.
Benar-benar suasana yang pas untuk melakukan ibadah atau sekedar bertapa
mengingat kepadaNya. Adakah yang mengira bahwa tujuan utama
diciptakannya gunung adalah untuk beribadah mengingat padaNya.
Bullshit
memang jika saya sendiri tidak terinfeksi candu dari gunung. Tetapi
sebisa mungkin seharusnya kita menghormati atau paling tidak
meng"ada"kan tuan rumah yang menempati gunung tersebut. Bukankah dalam
ajaran agama telah diajarkan supaya kita menghargai serta menghormati
sesama ciptaan ?. Bukan hanya manusia yang memiliki bumi ini. Banyak
makhluk hidup lain yang kita anggap mereka hanyalah benda mati atau
bahkan kita anggap tidak ada.
Sungguh
percuma jika hanya berambisi menaklukan puncak dan mencari bukti agar
orang lain terkagum atas pencapaian yang mungkin hanya dapat dirasakan
segelintir orang. oke lah kalo kita hidup sepuluh sampai dua puluh tahun
yang lalu. Masa dimana peralatan masih minim, jalan masih tertutup semak,
dan penunjuk arah hanyalah fenomena alam. Sungguh kontras dengan hari
ini yang mana peralatan semakin lengkap dan memadai.
Mendaki
gunung telah kehilangan esensinya. Banyak orang beranggapan
bahwa gunung merupakan tempat wisata seperti umumnya. Ya, tempat wisata. Sudut
pandang ini yang membuat gunung tak lagi sakral dan perlu dihormati.
Hingga banyak sekali niat buruk yang memanfaatkan ketenangan dan sepinya
gunung.
Tentu masih ingat santernya berita yang menyatakan banyak kondom ditemukan di kawasan B29. Apa yang ada di benak kalian ? Freak
bukan ?. Tak mungkin ada barang seperti kecuali memang ada niat
sebelumnya. Bagaimana jika kalian adalah tuan rumah dan rumah kalian
digunakan untuk hal tidak bermoral seperti itu ? Tentu kalian akan marah
besar.
Mungkin
perumpamaan tersebut terlalu frontal untuk diutarakan. Tetapi ingat,
itu adalah realita yang terjadi. Gunung bukan lagi tempat menempa jiwa
dan mengasah kemantapan hati. Fungsinya telah bergeser sebagai tempat
bersenang-senang dan berpesta bahkan melakukan hal yang dilarang agama.
Walaupun
demikian, memang perlu usaha untuk dapat mendaki gunung. Tak sedikit
tenaga yang harus dikeluarkan untuk mencapai destinasi yang hendak
dituju di atas gunung. Fisik yang kuat serta tubuh yang fit memang harus
disiapkan sebelum memulai pendakian. Tak terkecuali pengetahuan serta
keterampilan juga harus dimatangkan jika tidak ingin celaka di alam
bebas.
Kembali
lagi, mungkin akibat sudut pandang yang telah berbelok yang membuat
para pendaki hanya menyiapkan tekad tanpa ada persiapan. Menurut saya
itu bukan lagi tekad tetapi itu disebut nekat. Pernah saya dan
teman-teman Gamananta didatangi 2 orang perwakilan rombongan dari kota
metropolitan saat kami bersiap untuk summit menuju mahameru,
Permisi mas, mau muncak ke mahameru ya ?
Iya mas, jawab mas rifqy
Boleh kami dan rombongan gabung mas ? soalnya kami tidak ada yang tahu jalur menuju Puncak, ini pertama kalinya saya kesini.
Saya
yang berada di samping mas rifqy tentu langsung berfikir negatif. Apa
sih tujuan mereka sampai puncak ? Berfoto dan memamerkan ke medsos ?
Hanya itu kah? Sungguh tujuan yang memuakkan. Mungkin beribu-ribu orang
yang akhir ini memadati TNBTS memiliki tujuan demikian, hanya ingin
menunjukkan bahwa dia mampu berdiri di atas puncak tertinggi di pulau
jawa.
Arogansi
demikian bukanlah hal yang perlu dibanggakan. Hanya demi sebuah foto,
nyawa mereka pertaruhkan dengan tidak melakukan persiapan yang matang.
Masih hangat berita tentang mahasiswa yang terjun bebas ke kawah merapi
hanya demi foto yang jika salah pencet juga terbuang percuma ke recycle bin. Seharusnya hal demikian tidak perlu terjadi.
Sepertinya
memang sudah saatnya kita harus kembali mawas dan berhati-hati jika
hendak bertandang ke gunung. Banyak hal yang perlu diperhatikan mulai
dari kesiapan fisik dan mental serta perbekalan dan perlengkapan yang
memadai untuk hidup di alam bebas. Tidak lupa pernghormatan terhadap
para tuan rumah juga perlu dilakukan supaya mereka juga segan terhadap
kita. Secuil harapan dari saya, gunung bukan hanya dianggap sebagai
tempat wisata, tetapi gunung merupakan tempat sakral yang diciptakan
dengan tujuan pengasah batin dan penempaan jiwa untuk menjadi pribadi
bermartabat mulya.
"Sebuah negara tidak akan kekurangan sosok pemimpin jika generasi mudanya sering berpetualang di hutan, gunung dan lautan" - Henry Dunant
"Sebuah negara tidak akan kekurangan sosok pemimpin jika generasi mudanya sering berpetualang di hutan, gunung dan lautan" - Henry Dunant
Tidak ada komentar:
Posting Komentar