Minggu, 26 April 2015

Menyapa Kembali Ketenangan Lali jiwo [Part 3] (End)


Photo Credit : Anggraeni Ayu S.

Summit Attack
Sedikit bermalasan saat Mas Rifqy membangunkanku. Sontak terkejut saat jam di tangan telah menunjukkan pukul 01.00 WIB. Dengan segera ku membangunkan kawan lainnya untuk bersiap summit attack. Awalnya kami berniat untuk memulai perjalanan pada pukul 1 tepat, tetapi karena terlalu nyaman tidur akhirnya kami terpaksa berangkat pada pukul 02.00 WIB.

Rembulan bersinar cerah malam ini. Meskipun demikian jalanan yang rimbun memaksa kaki terus meraba-raba mencari jalan. Senter yang kubawa sempat mati disaat jalan mulai dirasa sulit. Alhasil beberapa kali jatuh bangun tersandung akar yang menjalar. Untungnya jalanan belum benar-benar menanjak, tak bisa kubayangkan jika ku terpeleset di track selanjutnya yang memiliki kemiringan sangat curam.

Memasuki hutan jalanan mulai bercabang. Tetapi menurut Mas Rifqy, walaupun bercabang tetap saja bertemu di bawah Pasar Dieng. Pasar Dieng merupakan tempat datar yang dapat digunakan untuk mendirikan tenda. Tetapi, hanya bagi pendaki bernyali kuat yang berani mendirikan tenda disini. Pasalnya banyak cerita mistis berkaitan dengan tempat ini. Cerita yang paling rame terdengar yaitu adanya pasar yang menjual berbagai barang, bahkan perlengkapan outdoor seperti jaket. Tetapi penjualnya bukanlah manusia. Di Pasar Dieng juga terdapat beberapa batu nisan yang terukir nama para pendaki yang meninggal ketika mendaki Arjuno.

Salah satu batu nisan yang ada di pasar dieng
Mentari sudah mulai menampakkan diri, tetapi apa daya jalan mencapai puncak masihlah jauh. Sunrise kami dapat sebelum mencapai Pasar Dieng. Meski demikian, semburat kuning emas di langit sangatlah indah. Cahaya matahari baru hari ini perlahan menembus dedaunan cemara gunung yang memadati tempat ini. Angin kencang tak kuhiraukan, kalah sibuk dengan urusan jepret sana jepret sini.

Sunrise tepat di bawah pasar dieng
Setapak demi setapak melangkah akhirnya ku menjejakkan kaki di puncak Ogal-Agil. Memang kali ini ku berjalan santai karena tidak ada batasan waktu untuk mencapai puncak Ogal-Agil, tidak seperti Mahameru yang harus turun sebelum pukul 10.00 WIB. Camilan yang ku bawa segera diserbu teman-teman yang ternyata telah mencapai puncak jauh didepanku. 

Sayang sekali puncak kali ini diselimuti kabut. Foto yang didapat pun akhirnya seperti berlatar tembok, putih semua. Tetapi terlihat diwajah teman teman mereka tetap merasa senang telah berhasil berdiri di atas batu Ogal-Agil puncak Arjuno ini. Rasa letih selama perjalanan pun terobati dengan semilir angin puncak dan dinginnya kabut yang menyelimuti.

Foto bersama di puncak Ogal-Agil
(Photo credit : Rifqy Faiza Rahman | http://papanpelangi.co/)
Hari 3, Kembali menuju kokopan
Kaki belepotan. Itulah kesan pertama ketika telah sampai kembali di Lembah Kijang. Coklat lumpur membekas di kaki akibat jalanan basah karena embun pagi. Dingin lembah kijang ku abaikan ketika harus mencuci kaki serta mengambil wudlu. Meski telah tersentuh air, bekas lumpur tetap saja bandel tak mau hilang. Bagaimana lagi, yang penting sudah suci lah untuk menunaikan solat dzuhur.

Menu siang ini spesial, sandwich isi wortel dan sosis dengan taburan abon. Cukup untuk mengisi perut sampai nanti malam karena masak ribet selanjutnya akan dilakukan di kokopan. Setelah packing selesai kami kembali melangkah turun. Didepan saya berjalan santai dengan Mas Kur. Tanpa terasa ternyata telah meniggalkan jauh rombongan dibelakang. Tak apalah, karena ku berfikir harus cepat sampai di kokopan untuk booking tempat mendirikan tenda. Karena banyak juga pendaki yang turun menuju kokopan, kalau tidak cepat bisa-bisa tidak mendapat tempat untuk mendirikan tenda.

Pukul 17.00 WIB saya dan Mas Kur tiba di kokopan. Suasana kokopan belum begitu padat ketika tenda yang ku bawa mulai berdiri. 15 menit berselang Mas Rahmat dan Nata menghampiri kami yang duduk santai di depan tenda. Senja di kokopan ditemani gerhana bulan yang sangat jelas terlihat tanpa adanya awan mendung sedikitpun.

Cerah langit malam di kokopan
(Photo credit : Rifqy Faiza Rahman | http://papanpelangi.co/)

Setelah seluruh rombongan sampai, kami segera menyiapkan bahan makanan untuk santapan malam ini. Kare telur, kering tempe dan nugget adalah menu pengisi perut sebelum beristirahat di tengah rame riuhnya kokopan. Kartu remi menemani sebelum kami benar-benar terlelap merebahkan rasa letih tubuh masing-masing.

Hari 4, Pulang
Pagi dikokopan kembali di sapa dengan indah mentari yang baru menampakkan diri. Hangat sinarnya meredakan dingin yang amat dibandingkan dengan malam-malam yang lalu. Hari ini adalah hari terkahir sebelum kembali menuju peradaban.

Pagi cerah di kokopan, terlihat gunung Pawitra berselimut awan
Biru sangat langit hari ini. cerah sangat pemandangan kala ini. Bahkan gunung Pawitra di sebrang sana terlihat menjulang  melintasi awan. Nesting kembali berjajar di depan tenda. Beberapa gelas juga berbaris rapi menunggu air yang hendak mendidih. Kopi siap menemani sembari nesting yang lain menanak nasi untuk bekal perjalanan turun hari ini.

Satu persatu tenda di robohkan. Cepat-cepat kami segera mengemas barang kedalam carrier masing-masing. Tak ingin terlalu siang meninggalkan kokopan karena jalanan turun minim naungan sehingga jika terlalu siang meninggalkan kokopan tentunya terik matahari amatlah menyengat. Setelah berdoa bersama kami mulai melangkahkan kaki kembali kepada peradaban dan rutinitas.


Jauhar Web Developer

Senin, 20 April 2015

Menyapa Kembali Ketenangan Lali jiwo [Part 2]



Pagi indah menyapa Kokopan. Merah jingga corak langit pagi ini sangat menarik untuk dinikmati. Suasana kokopan kali ini tidak begitu menggigil dibandingkan saat pertama kali ku berkenalan dengan Arjuno beberapa bulan yang lalu.Suasana riuh lemah para pendaki yang memadati kokopan dengan berbagai aktivitas turut menyumbang suasana sibuk pagi ini.

Selepas menunaikan solat 2 rakaat segera ku berlari menuju Mas Rifqy dan Musthofa yang telah menyiapkan kamera masing-masing untuk melukis keindahan sunrise dalam klise digital mereka. Tak mau tertinggal segera kutekan tombol shutter berkali-kali sembari mencari objek yang pas.

Satu demi satu teman-teman gamananta mulai keluar dari tenda, menuju sumber air untuk sekadar mengambil wudlu. Kompor nesting sudah mulai berjajar, satu untuk memasak air dan 2 untuk menanak nasi. Dengan cepat Mas Rifqy mulai menyeleksi kangkung untuk sarapan pagi ini. Anggrek dan Afri mengupas bawang merah dan bawang putih untuk penyedap menu masakan oseng kangkung. Dari dalam tenda ku mengeluarkan kering tempe yang telah dibuat dirumah kemarin.

Ditengah kesibukan pagi, teman-teman dari Jember mulai keluar dari tenda. Genap berenam belas sudah kelompok pendakian ini. Lima teman dari jember awalnya berniat untuk melakukan pendakian bersama semenjak dari pos tretes, tetapi karena kendala teknis maka kami rombongan dari Malang berangkat dulu ke Kokopan dan mereka menyusul beberapa jam kemudian.

Urusan perut telah terpenuhi, segera kami merobohkan tenda dan bersiap menuju Pos 4 Lembah Kijang. Disnilah destinasi berikutnya untuk kembali mendirikan tenda. Waktu yang diperlukan menuju Pos ini kurang lebih 4 jam. Setelah melakukan pemanasan, kami pun siap bergerak.

Hari 2, Kembali bergerak menuju Pos 4, Lembah Kijang


Jalan terjal berbatu jalur Tretes
Jalan berbatu kembali menyapa, panas terik siang ini membuat peluh semakin bercucuran. kemiringan semakin bertambah selepas gardu pintu masuk lalijiwo. Beruntung kabut perlahan memanjakan, dingin uap air kembali mengundang semangat. perlahan namun pasti kaki terus merayap.

Kali ini ku berjalan didepan bersama Mas Rahmat dan Puput beserta teman-teman dari jember. Setiap bertemu tanjakan teman-teman jember selalu bertanya "apakah ini tanjakan asu ?". Tanjakan asu adalah salah satu tanjakan di arjuno dengan kemiringan ekstrim yang sangat panjang, sehingga banyak membuat pendaki kelabakan melewatinya.

4 jam berselang, terlihat ada rumah-rumah yang terbuat dari kayu dan jerami yang berjajar rapi dengan sumber air yang mengalir kedalam sebuah kolam. Inilah pos 3, Pondokan. Dinamakan Pondokan karena disinilah para penambang belerang beristirahat dan mengumpulkan belerang sebelum dibawa turun menggunakan jeep. 


Para penambang mendapatkan belerang-belerang ini dari Gunung Welirang yang tepat berada di sebelah Gunung Arjuno. Disinilah titik percabangan antara jalur menuju Gunung Welirang dan jalur menuju Gunung Arjuno. Banyak orang yang mendirikan tenda di pos ini, tetapi rata-rata destinasi mereka adalah Gunung Welirang. Sebab jarak menuju puncak Welirang dari pos ini hanya membutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam. 

Bagi yang akan menuju Puncak Arjuno kebanyakan lebih memilih mendirikan tenda di Lembah Kijang. Disamping suasana yang lebih nyaman, untuk menuju Lembah Kijang hanya dibutuhkan waktu kurang lebih 15 menit dari pondokan. Sebab itu lah, terus ku pacu langkah melewati sisi kiri pondokan untuk mencapai Lembah Kijang.

Hujan turun deras saat matahari mulai tergelincir. Jam menunjukkan pukul 13.30 WIB ketika tenda yang ku bawa telah berhasil berdiri. Dari kejauhan teman-teman Jember juga berpacu untuk segera mendirikan tendanya. Lama menanti, Puput akhirnya terlelap dan Mas Rahmat pun mulai merebahkan badannya. Akhirnya kami bertiga pun tertidur pulas.

Teriakan Anggrek dan Mas Rifqy membangunkanku. Cukup lama sepertinya aku tertidur, saat ku toleh jam tangan ternyata sudah menunjukkan pukul 15.30 WIB. Beruntung hujan sudah mulai mereda dan 2 tenda lafuma akhirnya ikut berdiri bersampingan. Sore hari di Lembah Kijang diisi dengan bermain kartu dan memasak sop sebagai cadangan tenaga untuk summit attack dinihari nanti.
Jauhar Web Developer

Minggu, 12 April 2015

Menyapa Kembali Ketenangan Lali jiwo [Part 1]


Alas Lali jiwo, Gunung Arjuno
Ini nih yang bikin minggu kemarin gak bisa posting. Gimana mau posting coba, di lebat hutan Lali jiwo gak ada sinyal, laptop aja gak bawa, gadget miskin baterai, ya sudahlah cuma bisa diem sambil terus jalan.

Preparing
Sedari siang Mas Kur dan Mas Rifqy telah sibuk di dapur untuk menyiapkan menu yang hendak di bawa dalam pendakian ini. Selain membawa bahan mentah, kami juga menyiapkan lauk siap saji dan tahan lama supaya dapat mengurangi beban.

Kamis sore 2 April 2015 berbondong-bondong teman-teman Gamananta tiba di LTS 10 untuk repacking dan membagi beban dalam tas carrier masing-masing. 11 orang yang berangkat dari Malang ada Oqi(saya), Mas Kur, Mas Rifqy, Mas Fendy, Mas Rahmat, Mas Daus, Musthofa, Nata, Puput, Anggrek dan Afri. Kejadian lucu menimpa Mas Daus saat tas carriernya terjamah oleh Mas Rony yang memiliki keahlian dalam melakukan seni packing sehingga tas carriernya pun dapat menampung banyak barang dan tentunya menjadi berat.

Selepas sholat isya' kami segera berangkat menuju Pos Tretes menggunakan sepeda motor. Perjalanan menuju Pos Tretes dari Kota Malang membutuhkan waktu kurang lebih 1,5 jam. Setibanya di Pos Tretes Mas Kur segera menuju pusat perijinan untuk mengurus simaksi sembari yang lain melakukan persiapan dan pemanasan untuk meminimalisir kemungkinan cedera ataupun kram. Pukul setengah 10 kami siap berangkat. Tetapi sebelum itu, semua tim membentuk lingkaran dan berdoa untuk keselamatan dengan penutup jargon khas Gamananta yang dipekikkan keras-keras. GAMANANTA.. JI.. RO.. LU.. BUDAL !!!

Hari 1, Menuju  Pos 2 Kokopan
Pos 2, Kokopan
Melewati jalan di belakang pos perijinan kami bersebelas mulai melangkah untuk menuju pos 1 Pet Bocor. Kebetulan malam itu bulan bersinar terang, sehingga tanpa senter jalan sudah jelas terlihat. Di barisan belakang, saya berjalan pelan menemani Afri dan Puput yang sesekali berhenti untuk beristirahat. Belum lama kami berjalan, anjing menggongong secara tiba-tiba dan mengagetkan Afri yang seketika ketakutan, tetapi justru menghadirkan gelak tawa. Mungkin anjing tersebut terganggu dengan derap langkah kami bersebelas di tengah sepinya malam.

Sekitar 15 menit berjalan, terlihat ada warung kecil di kanan jalan. Itulah pos pertama, Pet Bocor. Cukup singkat memang waktu tempuh dari pos perijinan menuju pos 1 ini. Singkatnya waktu bukan berarti mudahnya medan untuk dilewati. Untuk menuju pet bocor tanjakan-tanjakan tajam siap untuk menguji mental para pendaki. Tak heran banyak pendaki yang beristirahat cukup lama di pet bocor.

Sembari menunggu teman-teman lain yang masih di belakang saya mengisi 2 botol air mineral tanggung di sumber air yang merupakan retakan dari pipa yang menyalurkan air dari atas gunung menuju pemukiman. Karena itulah pos 1 ini dinamakan pet bocor atau pipa bocor. Teman-teman yang baru datang juga segera mengisi botol mereka masing-masing sebagai persiapan menuju kokopan yang memiliki waktu tempuh sekitar 4 jam.

Jalan rabat telah berganti makadam. Inilah medan sebenarnya pendakian Arjuno jalur Tretes. Jalan yang terus menanjak ditambah beban di punggung sukses membuat kaki semakin gemetar. Sebenarnya keseringan berhenti justru membuat badan semakin kelelahan. Tetapi mau bagaimana lagi, dibelakang saya dan puput harus berjalan pelan dan menemani Afri yang sering beristirahat karena kecapaian. Maklumlah ini merupakan pengalaman pertamanya meniti tingginya gunung.

Jauh sudah kami bertiga tertinggal dari rombongan. Jam sudah menunjukkan lewat tengah malam. Gerimis yang turun semakin menambah beratnya langkah. Kali ini bukan lagi capek yang menjadi momok utama perjalanan, ngantuk dan lapar lah masalah utama yang sangat menghambat derap langkah. Hiburan malam ini, cukup sepotong coklat jahat (Beng-beng) dan gemerlap lampu kota dari atas ketinggian bak kemilau bintang.

Angin mulai berhembus, menandakan kami telah keluar dari hutan. Suara air dari Pos 2 Kokopan terdengar dari kejauhan. Yap, Pos 2 sudah dekat. Saya mulai mempercepat langkah diikuti Afri dan Puput. Pukul 01.30 dini hari akhirnya saya sampai di Kokopan. 2 tenda lafuma warna kuning telah berdiri berdampingan. Teman-teman yang lain memang telah sampai sedari tadi. Setelah mengeluarkan isi carrier dan mengganti baju yang basah saya segera merebahkan badan, beristirahat untuk kembali berjalan esok hari.
Jauhar Web Developer