Minggu, 21 Juni 2015

Balada Ranu Istimewa


Photo credit :Rifqy Faiza Rahman (http://papanpelangi.co/)
Rembulan terlihat menawan malam ini. Bias langit gelap menyelimuti sebagian atap dunia. Bintang sedikit terlihat tertutup polusi cahaya perkotaan.

Ingat betul tatkala gemerlap bintang menemani secangkir kopi di bibir danau dambaan para pelancong. Ranu Kumbolo, begitu mereka menyebut. Tenang malam mengisyaratkan rasa capai yang dialami para pendaki lain yang hendak naik ataupun hendak turun. Diselingi bisikan hewan nocturnal yang sibuk mencari mangsa, rezeki yang diberikan oleh sang pencipta.


Ada rasa kagum sekaligus kecewa yang ku rasa. Memang gulungan kecil riak air terlihat menawan walau malam menggelapkan pandangan, tetapi padang rumput yang mulai mengelupas tak kan bisa membohongi suasana. Indah semak berbunga tak lagi banyak ditemukan. Lembah nan hijau mulai ternoda warna coklat khas tanah.

Kabut tipis menyelimuti pagi ranu
(Photo credit :Rifqy Faiza Rahman (http://papanpelangi.co/))
Mentari yang muncul di ufuk timur selalu bisa menyita perhatian setiap insan. Dua bukit yang berdamai dengan ranu menyambut kedatangan mentari dengan senyum yang terlukis  diantara keduanya. Hangatnya memberi kebahagiaan pada air ranu yang diekspresikan dengan lompatan-lompatan kecil sehingga tercipta kabut tipis bagai awan yang menyelimuti permukaan ranu.
 
Bising hewan nocturnal mulai tergantikan riuh para pendaki di masing-masing rumah siput mereka. Beberapa mencoba berdamai dengan air ranu yang sepertinya cukup dingin untuk sekedar digunakan membasuh muka. Separuh mereka memilih duduk terdiam didepan kompor dengan cangkir mengepul di tangan mereka.

 
Rindang pepohonan bak penawar pahit rasa kecewa. Jernih air mulai ternoda dengan warna kecoklatan tanah. Genangan minyak cukup jelas terlihat tak akur dengan bening ranu. Ikan-ikan kecil tak mau lagi bermain di tepian. Kail dan senar terlihat menjalar ke tengah danau ditinggal begitu saja tanpa adanya tanggung jawab.

Setitik kehidupan sekitar ranu
(Photo credit :Rifqy Faiza Rahman (http://papanpelangi.co/))
Ironi terlihat mengingat kesakralan danau yang selalu dijaga sebagian orang. Air suci yang diagungkan oleh beberapa umat. Ternoda oleh tingkah manusia yang tak bermoral. Penikmat alam yang hanya egois memenuhi hasrat. Yang hanya turut menyumbang kebobrokan bukan malah turut melestarikan. Entah kapan Sang Semeru dapat berbenah. Entah kapan ranu dapat kembali bersolek. 

Tak ada yang salah memang jika setiap insan ingin turut menikmati keindahannya. Bagaimanapun terdapat aturan tidak tertulis yang hanya berdasar pada  pribadi setiap orang. Kepintaran dan ilmu pengembangan diri yang tak akan didapatkan di bangku sekolahan. Inti dari sebuah kehidupan sosial. Menghargai sesama ciptaan tuhan walau sebuah makhluk yang tak kan terfikirkan untuk di hargai. Karena sejatinya dia pun turut menjadi tiang kehidupan, tonggak utama habitat fauna yang ada.


"semoga keindahan malamnya turut memberi kesan terhadap cerahnya siang"
 

Jauhar Web Developer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar